Minggu, 29 Juni 2014

Kejujuran Hanya Milik Kita Sendiri

belajar jujur dari Ibnu al-Mubarok. - Ramadhan adalah latihan kejujuran. "Dan janganlah kamu campur adukan kebenaran dengan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahiunya".QS. Al-Baqarah:42. Alhamdulillah, sudah 7 hari kita menjalankan ibadah Puasa. Saudaraku yg dirahmati Allah, jujur perkataan yang selalu dituntut dalam kehidupan sehari-hari, kata yg teramat mudah diucapkan namun menjadi sesuatu yang lmahal dalam kehidupan kita saat ini. Jujur dalam kehidupan sehari-hari; sesungguhnya merupakan tuntutan dari Allah dan Rasulnya. "Wajib atas kalian untuk jujur, sebab jujur itu akan membawa kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan jalan ke sorga, begitu pula seseorang senantiasa jujur dan memperhatikan kejujuran, sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya" (Alhadist). Hiduplah seorang budak yang bernama Mubarok, Menurut suatu riwayat ia pernah bekerja di sebuah kebun milik seorang majikan. Ia tinggal di sana beberapa lama. Kemudian suatu ketika majikannya -yaitu pemilik kebun tadi yang juga salah seorang saudagar kaya dari Hamdzan- datang kepadanya dan mengatakan, "Hai Mubarok, aku ingin satu buah delima yang manis." Dengan sigap si budak yang bernama Mubarok pun bergegas menuju salah satu pohon dan mengambilkan delima yang diminta. Majikan tadi lantas memecahnya, ternyata ia mendapati rasanya masih asam. Ia pun marah kepada Mubarok sambil mengatakan, "Aku minta yang manis malah kau beri yang masih asam! Cepat ambilkan yang manis!". Ia pun beranjak dan memetiknya dari pohon yang lain. Setelah dipecah oleh sang majikan; sama, ia mendapati rasanya masih asam. Kontan, majikannya semakin naik pitam. Ia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, majikannya mencicipinya lagi. Ternyata, masih juga yang asam rasanya. Setelah itu, majikannya bertanya, "Kamu ini apa tidak tahu; mana yang manis mana yang asam?" Mubarok dengan tenang menjawab. "Tidak.Tuanku "Bagaimana bisa seperti itu?" "Sebab aku tidak pernah makan buah dari kebun ini sampai aku benar-benar mengetahui (kehalalan)nya." "Kenapa engkau tidak mau memakannya?" tanya majikannya lagi. "Karena anda belum mengijinkan aku untuk makan dari kebun ini." Jawab Mubarok. Pemilik kebun tadi menjadi terheran-heran dengan jawabannya itu .. Tatkala ia tahu akan kejujuran budaknya ini, Mubarok menjadi besar dalam pandangan matanya, dan bertambah pula nilai orang ini di sisi dia. Kebetulan majikan tadi mempunyai seorang anak perempuan yang banyak dilamar oleh orang. Ia mengatakan, “Wahai Mubarok, menurutmu siapa yang pantas memperistri putriku ini?" "Dulu orang-orang jahiliyah menikahkan putri- putri mereka lantaran keturunan. Orang Yahudi menikahkan karena harta, sementara orang Nashrani menikahkan karena keelokan paras. Dan umat ini menikahkan karena agama." Jawab Mubarok. Sang majikan kembali dibuat takjub dengan pemikirannya jitunya ini. Akhirnya majikan tadi pergi dan memberitahu isterinya, katanya, "Menurutku, tidak ada yang lebih pantas untuk putri kita ini selain Mubarok." Mubarok pun kemudian menikahinya dan mertuanya memberinya harta yang cukup melimpah. Di kemudian hari, isteri Mubarok ini melahirkan Abdullah bin al-Mubarok; Seorang alim, Pakar hadits, Zuhud sekaligus mujahid. Yang merupakan hasil pernikahan terbaik dari pasangan orang tua kala itu. Sampai-sampai Al-Fudhoil bin 'Iyadh Rohimahullah mengatakan seraya bersumpah dalam perkataannya-, "Demi pemilik Ka'bah, kedua mataku belum pernah melihat orang yang semisal dengan Ibnu al-Mubarok. Bagaimana potret kehidupan kita saat ini, apa yang terjadi pada hari ini, kecurangan dan penipuan sudah semakin banyak terjadi dalam kehidupan kita. Sangat jarang kita temukan orang jujur lagi dipercaya dalam menunaikan amanah serta yang jauh dari sifat curang dan penipu. Belajar dari seoarang Mubarok yang berani berkata jujur walaupun itu pahit, karna sekali kita bohong selamanya dampak kebohongan itu memberikan pengaruh yang sangat-sangat jelek dalam kehidupan kita, .. Lihat akhir-akhir ini para politisi menunjukkan kebohongan publik, mungkin manusia bisa dibohongi tetapi bagaimna Allah, yg tidak pernah tidur walau sekejappun. Saudaraku, tiada keindahan yang menyejukkan dari pada kebahagiaan karena " kejujuran ". Walaupun ia barang mahal di abad ini, namun tidak satupun insan yang tidak ingin memilikinya. Islam menganjurkan berlaku jujur bagi kita apa pun profesi kita dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Saat ini kita beruntung berada di bulan Ramadhan, bulan yang melatih kita untuk senantiasa berlaku jujur, kita mampu berhaus dan berlapar ditengah teriknya matahari dan kita belajar untuk jujur dengan tidak makan dan minum walaupun sebenarnya hanya kita sendiri dan Allah yang mengetahui bahwa kita benar-benar berpuasa atau tidak. Kalau ini sudah menjadi pedoman bagi kita, maka terciptalah kejujuran dalam diri kita dan kalau kejujujuran sudah tercipta otomatis tidak akan ada masalah-masalah sosial yang muncul dalam kehidupan kita. Kejujuran ini sepatutnya tidak hanya diterapkan dalam pelaksanaan ibadah puasa pada bulan Ramadhan ini, tapi hendaknya harus diterpkan dalam pelaksanaan aktivitas lain dalam kehidupan sehari-hari. "Berlaku jujurlah, karena sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebaikan, dan sesungguhnya kejujuran itu menuntun ke surga. Dan jauhilah dusta, karena dusta itu menyeret kepada dosa dan kemungkaran, dan sesungguhnya dosa itu menuntun ke neraka." (HR Bukhari). Berlaku jujur memang sulit manakala kita berbenturan dengan kepentingan tertentu yang bersifat duniawi. Namun celakalah kita bila rela mengorbankan kejujuran demi kepentingan materi, pangkat, jabatan dan semacamnya. Kita terjebak bujukan hawa nafsu yg membisilan bahwa dengan banyaknya materi kita segera akan dihormati orang banyak, dengan ketinggian jabatan dan kedudukan yang kita sandang serta merta mendapatkan penghargaan dan prestise di masyarakat. Beginilah awalnya hawa nafsu menjebak diri sehingga munculah spekulasi kebohongan untuk maksud asal bapak senang, menghalalkan segala cara, menumpuk kekayaan di atas keprihatinan orang lain, tidak peduli akan terjadinya kesenjangan sosial, dan meningkatnya angka kemiskinan. Alhasil, kebohongan demi kebohongan dengan mudah kita lakukan demi kesenangan dan kenikmatan sesaat. Ada seorang sahabat masuk Islam, yang sebelumnya sangat gemar melakukan dosa besar berzina, berjudi, merampok, dan lain-lain. Dengan sangat jujur dia ceritakan perbuatannya ini di hadapan Rasulullah. Setelah Nabi memahami apa yang ia kisahkan itu, beliau memberi fatwa kepada sahabat ini dengan satu kalimat pendek, "Jangan berbohong.". Awalnya, ia menganggap begitu sepele permintaan Rasulullah ini, namun ternyata implikasinya begitu indah, mampu membebaskannya dari segala perbuatan dosa. Setiap ada keinginan berbuat dosa, ia selalu teringat pada nasihat Nabi saw. Sedangkan untuk berkata jujur bahwa ia telah berbuat kejahatan, ia malu dengan dirinya sendiri. Akhirnya, dengan kesadaran penuh ia pun meninggalkan segala perbuatan dosa dan menjadi pengikut setia Rasulullah. Menukil catatan Ihsan M Rusli, Ramadhan adalah latihan kejujuran yang sangat fundamental bagi kita umat Islam. Tidak seorang pun tahu persis apakah kita berpuasa atau tidak selama Ramadhan, karena yang tahu hanya diri kita dan Allah. Di sinilah kita diajarkan bagaimana berperilaku jujur, tidak berdusta sedikit pun. Kalau kita mengaku berpuasa lalu secara sengaja diam-diam minum dan kemudian tetap mengaku berpuasa maka hilanglah kejujuran dari diri kita. Esensi puasa dengan seluruh keutamaannya tidak akan pernah kita raihnya. Sejatinya seluruh ibadah yang dituntunkan oleh agama yang agung ini adalah kawah candradimuka untuk mengokohkan sikap kejujuran. Ini juga semacam evaluasi bagi sikap dan amal keberagamaan kita. Kalau kita beragama secara konsekuen dan istiqamah mengapa kita harus takut dengan kejujuran? Semoga Ramadhan mengembalikan semangat dan keteguhan kita untuk selalu memegang nilai-nilai utama yang menjadikan kita sebagai insan terbaik yang pantas dicintai oleh Allah Abdullah bin Dinar meriwayatkan, suatu hari ia melakukan perjalanan bersama Khalifah Umar bin Khathab dari Madinah ke Mekah. Di tengah jalan mereka berjumpa dengan seorang anak gembala yang tampak sibuk mengurus kambing-kambingnya. Seketika itu muncul keinginan Khalifah untuk menguji kejujuran si gembala. Kata Khalifah Umar, "Wahai gembala, juallah kepadaku seekor kambingmu." "Aku hanya seorang budak, tidak berhak menjualnya," jawab si gembala. "Katakan saja nanti kepada tuanmu, satu ekor kambingmu dimakan serigala," lanjut Khalifah. Kemudian si gembala menjawab dengan sebuah pertanyaan, "Lalu, di mana Allah?" Khalifah Umar tertegun karena jawaban itu. Sambil meneteskan air mata ia pun berkata, "Kalimat 'di mana Allah' itu telah memerdekakan kamu di dunia ini, semoga dengan kalimat ini pula akan memerdekakan kamu di akhirat kelak." Kisah di atas merupakan gambaran pribadi yang jujur, menjalankan kewajiban dengan disiplin yang kuat, tidak akan melakukan kebohongan walau diiming-imingi dengan keuntungan materi. "Allah berfirman:"Ini adalah suatu hari yg bermanfaat bagi orang-orang yg benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yg mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka, & merekapun ridha terhadapnya. Itulah keberuntungan yg paling besar". (Al Maidah:119). Marilah saudaraku kita memerdekakan diri kita didunia dengan kejujuran agar Allah memerdekakan kita diakhirat-Nya kelak. Mohon maaf atas kekurangan, andai ada hikmah itu berasal dari-Nya. Wallahu muwafiq illa aqwamith thariq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar